KENYAMANAN RUANG HOMESTAY
(Upaya Membangun Homestay Berkualitas di Kawasan Pariwisata
Estate NTT )
Paul J.
Andjelicus
Perencana
Muda Disparekraf NTT
Anggota
Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Daerah NTT
Pembangunan Kawasan Pariwisata Estate
(PE) di NTT dilakukan dengan mewujudkan pemenuhan unsur 5 A pariwisata secara
lengkap dan salah satunya adalah penyediaan akomodasi. Pembangunan akomodasi
dilakukan baik melalui penyediaan penginapan dalam bentuk cottage maupun mendorong partisipasi masyarakat untuk menyediakan
rumahnya sebagai tempat menginap atau homestay.
Penyedian homestay selanjutnya akan
menjadi prioritas dalam pengembangan 7 kawasan PE yang sudah dibangun maupun
kawasan PE yang baru.
Pengertian homestay dalam Permen Parekraf Nomor 9 Tahun 2014 tentang Standar Usaha Pondok Wisata, homestay atau pondok wisata adalah penyediaan akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan/tamunya untuk dapat berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari bersama pemiliknya.
Dalam perkembangan penyediaan akomodasi di desa terdapat istilah rumah wisata dan pondok wisata (homestay). Rumah wisata yaitu usaha pengelolaan dan atau penyediaan akomodasi secara harian berupa bangunan rumah tinggal yang disewakan kepada wisatawan yang dimiliki dan dikelola oleh komunitas masyarakat. Yang membedakan dengan pondok wisata/homestay, rumah wisata adalah rumah yang tinggal yang disewakan milik komunitas dan dikelola oleh komunitas bukan oleh perorangan. Sehingga ada 3 kata kunci dari homestay yaitu rumah tinggal masih dihuni pemiliknya, dimanfaatkan / disewakan hanya sebagian dan adanya interaksi antara pemilik dan wisatawan.
Syarat membangun suatu homestay antara lain berlokasi di desa wisata yang memiliki atraksi berbasis alam dan atau budaya, dikelola oleh komunitas lokal dan memiliki keunikan lokal sesuai dengan konteks budaya dan lingkungan setempat (arsitektur nusantara). Selanjutnya terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk pengembangan sebuah homestay seperti aspek lokasi dan aksesibilitas, fasilitas, amenitas, kebersihan dan sanitasi, keamanan dan keselamatan serta pelayanan umum. Selain itu terdapat standar kenyaman ruang yang harus dipenuhi sebuah homestay. Tulisan ini khusus membahas terkait kenyaman ruang yang dipengaruhi beberapa faktor seperti posisi/orientasi bangunan, luasan dan volume ruang, bukaan dan material ruang.
Berbicara tentang kenyamanan, maka dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu Kenyamanan Fisik dan Kenyamaman Psikis. Kenyamanan fisik dapat diukur secara kuantitatif, seperti kenyamanan ruang, Kenyamanan visual (penglihatan), Kenyamanan audio (pendengaran) dan Kenyamanan thermal (suhu). Sementara untuk Kenyamanan Psikis, berkaitan dengan aspek pikiran dan emosional yang dapat dirasakan dan dilihat melalui penggunaan warna, tekstur, material dan dimensi dalam sebuah ruang.
Standar Kenyamanan Ruang / Rumah
Kenyamanan dalam ruang merupakan hal
penting dalam desain rumah yang mempengaruhi
keberhasilan aktivitas yang diwadahi. Aspek kenyamanan pada bangunan terbagi
menjadi 4 yaitu kenyamanan ruang, kenyamanan visual, kenyamanan audio dan
kenyamanan termal. (Karyono, 1999). Keempat aspek ini juga saling terkait. Indikator
yang dipakai untuk mengukur kenyamanan
antara lain pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang tersedia dalam ruangan
atau rumah.
Untuk menciptakan kenyamanan ruang perlu diperhatikan sejumlah standar yang merujuk pada standar dan syarat bangunan rumah tinggal yang sehat. Syarat rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan khususnya untuk kenyamanan ruang dipengaruhi 3 aspek yaitu pencahayaan, penghawaan dan kelembaban dalam ruang. Hal ini dapat dicapai melalui pencahayaan alami dan udara yang masuk dan kenyamanan termal diukur dari cahaya matahari yang masuk dan memberikan energi panas ke dalam ruangan.
Hal pertama yang perlu dibahas adalah terkait standar luasan rumah yang berlaku di Indonesia karena berkaitan dengan upaya penciptaan kenyamanan ruang. Standar luas ruangan minimum dalam sebuah rumah sederhana menurut SNI 03-1733-2004 dihitung berdasarkan kebutuhan udara segar minimum per orang per jam. Dengan asumsi tinggi plafon 2,5 m maka luasan lantai untuk orang dewasa adalah 9,6 m2 dan untuk anak-anak 4,8 m2. Kebutuhan ruang ini belum termasuk kebutuhan luas untuk lantai pelayanan yang ditentukan sebesar 50 % dari total luas lantai. Standar penyediaan rumah sederhana kawasan perdesaan dimulai dari luas lahan minimal sekitar 60 m2 untuk luas bangunan 36 m2.
Standar lainnya dari Kepmen Kimpraswil Nomor 403/KPTS/2002 diperoleh kebutuhan luas lantai 9 m2 untuk orang dewasa dan belum termasuk luas lantai pelayanan. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menetapkan standar luas lantai rumah tinggal sebesar Rp 36 m2, walaupun belum termasuk luas lantai pelayanan. Dari standar yang ada, luasan rumah 36 m2 ternyata masih belum memenuhi kebutuhan ruang minimal karena jika sebuah keluarga dihuni 4 orang (orang tua dan 2 anak) maka diperlukan luas rumah sekitar 43 m2. Luasan ini termasuk luas lantai pelayanan.
Pencahayaan dan penghawaan keterkaitan erat, bukaan untuk memasukan cahaya juga berfungsi untuk memasukkan udara. Menurut pedoman umum Rumah Sederhana Sehat, luasan bukaan cahaya minimum adalah 10 % dari luas lantai ruangan dan lubang penghawaaan minimal 5 % dari luas lantai. Bukaan untuk memasukan cahaya disesuaikan dengan kebutuhan dan menurut SNI lubang cahaya ideal dinyatakakan oleh nilai WWR (wall window ratio) atau perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi yang ditentukan. Idealnya sebesar 20 % dari luas dinding secara keseluruhan.
Kualitas udara yang baik dalam suatu ruangan ditentukan oleh a). Suhu udara nyaman antara 18– 30°C. b). Kelembaban udara 40–70%. c). Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam. d). Pertukaran udara 5 kaki 3 /menit/penghuni. e).Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam. f). Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m³. (Kemenkes RI,1999). Salah satu aspek yang berperan penting adalah penempatan bukaan dalam ruangan dengan mekanisme ventilasi silang yaitu posisi dua bukaan berupa jendela atau pintu yang letaknya saling berhadapan dalam satu ruangan. Posisi terbaik dibuat bersilangan atas bawah atau menyerong kiri kanan. Khusus untuk persilangan atas bawah, posisi lubang bukaan untuk udara keluar berada di atas karena udara panas bersifat lebih ringan. Disarankan luas bukaan untuk udara keluar (outlet) lebih besar daripada lubang masuk (inlet).
Warna dalam ruangan perlu
menjadi perhatian dengan warna cerah lebih banyak memantulkan sinar matahari daripada
warna yang lebih gelap. Agar terlihat terang dan mengurangi panas maka penggunaan
warna – warna yang lebih muda lebih lebih disarnakan seperti warna putih dan
warna –warna pastel.
Kenyamanan ruang dipengaruhi oleh tata letak perabot untuk gerak dan aktivitas sehari-hari. Desain ruangan juga perlu memperhatikan aspek ergonomi yang menjadi salah satu aspek untuk membuat nyaman penghuni beraktivitas dalam sebuah lingkungan ruangan. Ergonomi merupakan ilmu yang menemukan dan mengumpulkan informasi tentang tingkah laku, kemampuan dan keterbatasan serta karakteristik manusia dalam aktivitas sehari – sehari pada suatu lingkungan.
Kenyamanan
Ruang Homestay untuk Pariwisata Estate NTT
Kondisi homestay yang sudah ada di
destinasi wisata NTT sangat beragam baik dari aspek orientasi bangunan, bentuk
dan luasan, material bangunan, perabot, warna. Ada yang bangunan dari dinding
tembok, semi permanen dan dari bambu, kayu. Ada yang beratap seng, atap
ilalang, daun lontar, daun kelapa. Begitu juga dengan kondisi ruang kamar tidur yang dipergunakan
untuk menginap wisatawan yang beraneka
ragam. Baik dari sisi luasan, material, bukaan dan tata letak perabot.
Beberapa aspek untuk pembangunan dan pengembangan homestay yang berkaitan dengan kenyaman ruang yang menjadi perhatian adalah :
a.
Orientasi
bangunan :
Orientasi bangunan terbaik adalah sisi
panjang bangunan berada pada posisi utara selatan. Hal ini akan mengurangi
luasan bidang bangunan yang terpapar sinar matahari dari Timur – Barat. Energi
matahari yang terserap dalam bangunan makin berkurang. Untuk bangunan rumah homestay yang tidak
memenuhi hal ini dapat dilakukan upaya rekayasa seperti tritisan yang cukup
lebar yang berfungsi sebagai naungan
terhadap bukaan yang sudah ada (kondisi eksisting). Yang paling utama adalah
radiasi panas matahari sore dari arah Barat perlu dihindari dengan penghalang
seperti vegetasi atau penggunaan sun shading seperti elemen vertikal (sirip) atau elemen
horizontal (overhang).
b.
Luas
bangunan rumah
Luas bangunan standar minimal 36 m2.
Untuk bangunan yang luasan kurang jika
lahan masih tersedia dapat dilakukan peluasan rumah untuk fungsi rumah sebagai
homestay seperti untuk kamar tidur, ruang bersama dan lainnya.
c.
Luas
ruang kamar tidur
Luasan ruang kamar tidur untuk tamu yang
menginap minimal 12 m2 untuk 1 orang dan dapat diperluas menjadi 24 m2 untuk
kapasitas 2 orang. Pengembangan selanjutnya dapat didasarkan pada beberapa
referensi standar akomodasi yang dikeluarkan Kementerian Parekraf seperti
luasan akomodasi tipe tunggal 24 m2 atau luasan kamar standar minimal 22 m2 untuk
hotel berbintang 1.
d.
Material
bangunan
Material
dinding untuk dinding tembok dicat dengan
warna cerah seperti putih. Sementara untuk dinding dari material
alami perlu dipastikan tidak ada celah
yang mengganggu kenyamanan pengguna. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dinding
ganda dengan material lainnya seperti panil kayu, dinding bambu , anyaman tikar
dan bahan – bahan lokal setempat.
e.
Bukaan,
untuk udara dan pencahayaan alami
Suhu
ruangan dijaga stabil dengan kelembaban untuk daerah tropis secara umum. Studi
dari National Sleep Foundation, suhu
ruangan atau kamar untuk tidur adalah 18 – 22 derajat Celcius Salah satu upaya
adalah luas bukaan yang ada dan posisisnya untuk memasukan udara alami dan
pencahayaan alami.
Konstruksi ventilasi sangat berpengaruh dengan kecukupan udara bersih di dalam ruangan. Semakin luas ventilasi maka semakin cepat pergantian udara di dalam ruangan sehingga volume udara bersih yang tersedia juga semakin besar. Tata letak bukaan diupayakan berada pada dua sisi dinding yang bersebarangan. Misalkan suatu bidang dinding mempunyai jendela di sisi sebelah kiri, sebaiknya bidang dinding yang berseberangan mempunyai jendela di sisi kanan. Letak bukaan ini akan menyebabkan seluruh area ruangan mendapat aliran udara. Mekanisme cross ventilasi akan terjadi.
Posisi bukaan penangkap udara (inlet) berada pada arah datangnya angin dan sebaiknya berada pada ketinggian aktivitas manusia, yaitu sekitar 0,5-0,8 m, sementara bukaan outlet sebaiknya dibuat lebih tingggi karena udara yang akan dikeluarkan dari ruangan itu adalah udara yang panas dan udara yang panas selalu berada di bagian atas ruangan.
Tinggi ruangan berkisar 2,5 m – 3 m, sehingga dengan luas kamar 12 m2 akan diperoleh volume ruang cukup untuk aktivitas dan volume pertukaran udara yang baik. Konstruksi ventilasi yang baik maksimal 80 cm dari langit-langit, tinggi jendela minimal 80 cm dari lantai sedangkan jarak jendela minimal 30 cm dari langit-langit.
Dalam kasus tertentu karena keterbatasan lahan, posisi bukaan hanya memungkinkan berada pada satu dinding maka upaya yang dapat dilakukan adalah menambahkan sirip – sirip vertikal pada tepi bukaan untuk mengarahkan masuknya aliran udara. Sirip – sirip ini terbuat dari dapat terbuat dari beton, tembok atau papan kayu.
Untuk bangunan yang berada pada kondisi level diatas 500 m dpl tentu memiliki udara yang jauh lebih sejuk dan dingin, sehingga perlu diperhatikan posisi dan luas bukaan untuk memasukan cahaya matahari sebanyak mungkin dan penggunaan material yang bisa menyerap panas untuk dilepaskan dalam ruangan. Penggunaan pemanas ruangan buatan dapat menjadi bahan pertimbangan.
f.
Tata
letak perabot
Tata letak perabot dilakukan dengan
meletakan parabot sesuai kebutuhan dan tidak memaksakan menempatkan parabot yang banyak. Minimal tempat tidur, meja dan kursi dan lemari/Rak.
Gambar
dan Dokumentasi : Berbagai sumber internet.
Referensi
:
1. Ashadi,dkk.
2016. Pencahayaan dan Ruang Gerak Efektif sebagqai Indikator Kenyamanan pada
rumah Sederhana Sehat Yang Ergonomis.Jurnal Arsitektur NALAr. Volume 15 Nomor 2
Januari 2016.
2. Delyuzir,Randy,D.
2020. Analisa Rumah Sederhana Sehat Terhadap Kenyamanan Ruang (Studi Kasus:
Rumah Tipe 18/24, 22/60, 36/72 di DKI Jakarta). Jurnal Arsitektur Vol.02 Nomor
02 November 2020. Jakarta.
3. Kepmenkes
RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyarataan Kesehatan Perumahan
4. Panduan
Pengembangan Homestay Desa Wisata Untuk Masyarakat, Kemenparekraf.
Jakarta.,2018.
5. Widyahantari,Rani,dkk.2013.
Simulasi Ruang Gerak Dalam Hunian Sederhana Berdasarkan Antropometri Manusia
Indonesia. Jurnal Standarisasi Volume15 Nomor 1. Maret 2013. Jakarta
Artikel Lainnya
PROGRAM CSR PT. PEGADAIAN GALERI 24 DISTRO KUPANG UNTUK PANTAI WISATA LASIANA
MENJAGA KEDAULATAN RUPIAH DI KAWASAN PERBATASAN RI – TIMOR LESTE
Kota Kreatif
Lomba Geowisata Goes to School
URGENSI PELINDUNGAN HUKUM EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL (EBT) BERDASARKAN PERATURAN DAERAH UNTUK AKSELERASI PEMBANGUNAN PARIWISATA DI NUSA TENGGARA TIMUR
PENGEMBANGAN WISATA KOTA DI NTT (2)
PENGEMBANGAN WISATA KOTA DI NTT
Calendar of Events East Nusa Tenggara 2024
Potret Komponen Pariwisata Kota Atambua Untuk Mengembangkan Wisata Kota Perbatasan
Pelatihan dan Sertifikasi Pemandu Geowisata
Menulis Buku Bagi ASN Perencana
Talk Show Radio Alor : Kolaboratif untuk Mewujudkan NTT sebagai New Tourism Territory
Sertifikasi Profesi Terapis Spa Bidang Tata Kecantikan di Kota Kupang
Kegiatan Penanaman Mangrove Nasional Secara Serentak oleh Presiden Republik Indonesia
Penyelenggaraan Sertifikasi Profesi Bidang Tour Guide
SALAM GEOWISATA
TREND WISATA PASCA PANDEMI COVID-19, WISATA BALAS DENDAM?
DESTINASI WISATA BERKELANJUTAN DI NTT
RAGAM KULINER RAMADHAN DI KOTA KUPANG SEBUAH DAYA TARIK WISATA BUDAYA
PENYUSUNAN RENSTRA DISPAREKRAF NTT 2024-2026
BIMTEK 75 BESAR ADWI 2023
MPD SEBAGAI METODE PERHITUNGAN KUNJUNGAN WISATAWAN
SOSIALISASI MENYUSUN DUPAK
DINAS PAREKRAF NTT IKUT RAKORTEKRENBANG TAHUN 2023
BIMTEK DAN WORKSHOP ONLINE ADWI 2023 ZONA II
PUNGUT SAMPAH, PEDULI SAMPAH
Mau Belajar Sambil Rekreasi Dalam Kota?....Ayo ke Kebun TAFA
Pentingnya Perlindungan Kekayaan Intelektual bagi Berbagai Karya Cipta, Rasa dan Karsa Manusia
Festival Desa Binaan Bank NTT dan Upaya Pengembangan Ekonomi Kreatif dalam Kerangka Pemberdayaan Masyarakat
PENINGKATAN KAPASITAS PENYELENGGARAAN SAKIP DI PROVINSI NTT
PENYERAHAN BUKU KOLASE WISATA
Focus Group Discussion (FGD) Dukungan Data Penyusunan Grand Desain Pariwisata NTT
PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA LELOGAMA KABUPATEN KUPANG
DISPAREKRAF NTT “ IKUT” PESPARANI NASIONAL II DI KUPANG
EXPO NUSANTARA : DARI NTT UNTUK NUSANTARA
MEREKAM KOTA KUPANG DARI DE MUSEUM CAFE JKK
Workshop Peningkatan Kapasitas Pengelolaan SDGs bagi Sekretariat SDGs Provinsi NTT
BKD PROVINSI NTT SERAHKAN HASIL UJI KOMPETENSI
Transformasi Pariwisata Modern Menuju Era Industri 4.0 Melalui Sistem Informasi Kepariwisataan Nasional
Dinas Parekraf Provinsi NTT Berduka
Asah Kemampuan Promosi Kreatif ASN Melalui Kegiatan Pelatihan Pemasaran Pariwisata Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN)
FESTIVAL GOLO KOE : GELIAT BARU PARIWISATA LABUAN BAJO
Eksotisnya Pantai di Ujung Utara Flores
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov NTT Selenggarakan Pelatihan Implementasi Konsep CHSE
Ruang Terbuka Publik dan Penanganannya
Sosialisasi Input Data Innovative Government Award Tahun 2022
JEJAK SUKACITA FESTIVAL MUSIM DINGIN TAHUN 2022 DI SURGA TERSEMBUNYI TIMOR TENGAH SELATAN
WELCOME LABUAN BAJO
Catatan Kecil Kegiatan Workshop Pengembangan Ekonomi Digital dan Produk Kreatif ASN
KOTA ENDE, KOTA LAHIRNYA PANCASILA
AJANG ANUGERAH PESONA INDONESIA (API) 2022
Workshop Penguatan Kapasitas Sekretariat SDGs Daerah Dalam Pengelolaan Pelaksanaan SDGs
KOTA KUPANG DALAM PAMERAN GAMBAR MALOI KUPANG
Kampung Seni Flobamorata Kupang
Lasiana Beach
KAWASAN PARIWISATA ESTATE NTT : Dimana Batas-Batasnya ? Berapa Luasnya?
Standar Operasional Prosedur Disparekraf Prov. NTT
Standar Pelayanan Publik
Maklumat Pelayanan Publik Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov NTT
DESA GOLO LONI MENAWARKAN WISATA ARUNG JERAM DI FLORES
IDENTIFIKASI DAN WORKSHOP PENGEMBANGAN HOMESTAY DI DESA GOLO LONI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
Wisata Aman Bencana di NTT
Catatan Perjalanan Wisata di Fatumnasi
KEGIATAN MUSRENBANG NTT TAHUN 2022
KEGIATAN PRA MUSRENBANG NTT TAHUN 2022
Membangun Kemandirian Lokal Menjadi Arah Pembangunan NTT 2023
Kemenparekraf Gelar Workshop Pengelolaan Event Daerah Demi Wujudkan Event Berkualitas
RUMAH BUMN, RUMAHNYA INDUSTRI KREATIF
RAPAT KOORDINASI MENDUKUNG CAPAIAN TARGET PESERTA DESA WISATA YANG AKAN MENDAFTAR DI ADWI 2022
SOSIALISASI PENGINPUTAN RKPD NTT TAHUN 2023
Buku Database 2021
WORKSHOP PENGEMBANGAN SENI BUDAYA KABUPATEN ENDE
Karya Arsitektur sebagai Daya Tarik Wisata
Pertemuan dengan Forkasse (Forum Komunikasi antar sanggar Seni Provinsi NTT)
WORKSHOP PENGEMBANGAN SENI BUDAYA KABUPATEN ALOR
DINAS PAREKRAF NTT BELAJAR APLIKASI BELA
Outlook Parekraf 2022
Mengenal Dunia Astronomi Melalui Wisata Ke Observatorium Nasional Timau Kabupaten Kupang
PROTOKOL KESEHATAN PADA DESTINASI WISATA
Semauku Indah
MENDATA POTENSI USAHA EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN KUPANG
WISATA KOTA, KOTA WISATA
NTT Hijau dalam Pesona 1000 Bonsai
KICKOFF JABATAN FUNGSIONAL ADYATAMA KEPARIWISATAAN DAN EKONOMI KREATIF
PARIWISATA NTT BUTUH BRANDING, GUYS !
Regional Calender Tourism Events 2022
RAKOR PEMBANGUNAN PARIWISATA RING OF BEAUTY NTT
SOSIALISASI DAN SIMULASI PANDUAN SERTIFIKASI CHSE PADA PENYELENGGARAAN MICE
MENATA ARSITEKTUR KOTA LABUAN BAJO
KASUS HIV AIDS DI PROVINSI NTT TETAP MENINGKAT
Konsep Desain Monumen di Kelurahan LLBK Kota Kupang
PEMBANGUNAN DI PROVINSI NTT MEMBUTUHKAN HARMONISASI DAN SINKRONISASI
DESA WISATA, DESA WISATA TEMATIK DAN DESA WISATA HIJAU. Mana yang Cocok Untuk NTT?
Reef Check Indonesia Kembangkan Wisata Spesies dan Industri Penunjangnya di Kabupaten Kupang dan Rote Ndao
Simulasi Bencana di Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov. NTT
MENDORONG STANDARISASI PELAKU PARIWISATA
Kolaborasi Kemitraan, Disparekraf NTT Gandeng Pelaku Wisata
Upaya Penerapan ISO 9001 : 2015 di Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT
PEMBINAAN STATISTIK SEKTORAL PARIWISATA
Catatan Perjalanan ke Liman
Wisata Langit Gelap “Lelogama”
TALK SHOW ONLINE ANTARA BETA, DIA DAN DESTINASI WISATA NTT: KEMARIN, KINI DAN NANTI
Diseminiasi Anggaran Belanja Dinas Parekraf NTT
Konsultasi Publik Penyusunan Dokumen Antara Rencana Zonasi Kawasan Antar Wilayah Laut Bali dan Sekitarnya
Diskusi Konsep Smart Tourism di Indonesia Timur
Rapat Tim Pengelola Website Dinas Parekraf NTT
Bambu dan Prospek Pengembanganya Bagi Ekowisata NTT
Kunjungan Kerja Gubernur NTT ke Kantor Dinas Parekraf NTT
Kunjungan Bupati Malaka
Lokakarya Konsolidasi Pembentukan Tim Kajian Pariwisata Aman Bencana
Pertemuan Tim Kajian Pariwisata Aman Bencana Provinsi NTT
Literasi Desa Koanara Kabupaten Ende
Literasi Obyek Wisata Desa Praimadita Kabupaten Sumba Timur
Literasi Kabupaten Alor
Literasi Lamalera
Profile Kawasan Pariwisata Estate (PE)
MENDORONG KAMPUNG DENGE SEBAGAI PINTU GERBANG KAWASAN WISATA WAEREBO
EVALUASI DESTINASI WISATA PASCA BENCANA ALAM
Tourism Event 2022
WORKSHOP ARSITEK
DISKUSI PUBLIK PARIWISATA AMAN BENCANA DI PROVINSI NTT
MENEMUKAN POTENSI INDENTITAS FISIK KOTA KUPANG
DAYA TARIK WISATA RUMAH ADAT NTT
Belajar dari Utusan Khusus Presiden Seychelles
Pariwisata Nusa Tenggara Timur, Cerah-Cemerlang
Deseminasi Pengelolaan Website Dinas Parekraf NTT
Menggali Spirit of Place Dalam Desain Kawasan Pariwisata Estate NTT
FGD Review RIPPARNAS 2011- 2025
Penerapan CHSE Usaha Pariwisata di Provinsi NTT
Tata Kelola Persampahan Di Destinasi Wisata Super Premium Labuan Bajo
Identifikasi Awal Potensi Geowisata NTT
Waterfront City Kota Kupang Sebagai Destinasi Wisata Kota
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT Panen Perdana Sayur Organik
Kajian Pengembangan KSPN Nemberala-Rote dan KSPN Alor-Kalabahi
| Dinas Pariwisata Provinsi NTT
| @thenewtourismterritory
| @PariwisataNTT
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT
Jl. Frans Seda 2 No.72, Kayu Putih, Oebobo, Kota Kupang, 85228
(0380) 826384
082144082555