Perkembangan pariwisata
desa di Indonesia dimulai sejak tahun 1970-an ketika wisatawan mulai melirik alternatif lain dalam
berwisata yaitu obyek atau daya tarik pedesaan dan daerah pedalaman yang jauh
dari hiruk pikuk perkotaan. Perjalanan wisata bukan hanya bagian dari kegiatan santai, rest and relax, tetapi juga telah
berkembang menjadi petualangan baru untuk mengenali dan mempelajari jejak peradaban dunia. Semakin banyaknya
kunjungan ke kawasan pedesaan maka setiap desa mulai mempersiapkan diri dan
selanjutnya dikembangkan gagasan desa
wisata yang mulai tumbuh sekitar tahun 2000.
Saat ini ada kecenderungan
tiru meniru, di mana semua desa berlomba - lomba menjadi desa wisata. Beberapa
kasus desa wisata yang sudah ditetapkan namun dalam perjalanannya mati suri dan
salah satu penyebabnya adalah kegagalan dalam pengelolaan. Menurut
Asosiasi Desa Wisata Indonesia (ASIDEWI), jumlah desa wisata di Indonesia tahun 2020 sekitar 1838 desa wisata. Sementara terdapat sekitar 250 desa wisata di NTT, namun
data ini masih bersifat sementara karena ada beberapa kabupaten yang desa
wisatanya masih dalam tahap pengusulan dan belum ditetapkan secara resmi melalui
keputusan Bupati/Walikota.
Terbitnya Undang – Undang
Nomor 6 tahun 2014 tentang desa
telah merubah mindset pembangunan
desa dengan menempatkan desa sebagai
subjek pembangunan (desa membangun) bukan sebagai objek pembangunan (membangun
desa). Desa membangun memiliki makna bahwa desa mempunyai kemandirian dalam
membangun dirinya (self development) dan
desa bukan menjadi objek dan lokasi proyek pembangunan melainkan desa menjadi
basis, subjek dan arena pembangunan. Selama ini pola yang dikembangkan adalah
membangun desa, pihak luar yang lebih berperan membangun, sementara masyarakat desa menjadi penonton
sehingga sangat tergantung bantuan dari luar.
Untuk mengembangkan desa
menjadi desa wisata terdapat beberapa
kriteria yang harus dipenuhi. Kriteria tersebut diantaranya adalah kegiatan
pariwisata harus berbasis pada sumber daya pedesaan, yang mengakomodir segala
potensi desa untuk mendukung kegiatan pariwisata dan terdapat 10 kriteria aset
dan potensi desa yang harus dipenuhi yaitu SDM, sumber daya alam, komoditas pertanian,
aset sosial, aset budaya, aspek finansial, infrastruktur, kelembagaan, sumber
daya informasi dan jejaring.
Desa
Wisata
Terkait dengan
pengembangan wisata di desa terdapat dua
konsep yang dipakai yaitu wisata
pedesaan (village tourism) dan desa
wisata (tourism village). Wisata
pedesaan adalah kegiatan wisata yang hanya menekankan kegiatan wisata di obyek wisata
yang ada di desa dan kegiatan wisata tersebut
tidak terfokus pada kegiatan masyarakat di dalamnya (Kemenparekraf, 2020). Sementara
desa wisata (tourism village)
menekankan pada interaksi dengan
masyarakat setempat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pengertian desa
wisata. Menurut Hadiwijoyo (2012), desa wisata merupakan kawasan pedesaan yang
menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan, baik dari
kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki
arsitektur bangunan dan struktur tata ruang yang khas, atau kegiatan ekonomi
yang unik dan menarik serta memiliki potensi untuk dikembangkannya berbagai
komponen kepariwisataan seperti atraksi, akomodasi, makanan minuman dan
kebutuhan wisata lainnya.
Pengertian yang serupa datang dari pakar pariwisata
asal UGM Wiendu Nuryanti, yang menjelaskan bahwa Desa Wisata adalah suatu
bentuk integrasi antara atraksi,
akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan
masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Hal senada disampaikan Nuryanti (Dalam Yuliati & Suwandono, 2016), Desa Wisata merupakan wujud
kombinasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang dikemas dalam suatu pola kehidupan
masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku sehingga
menjadikan desa tersebut
sebagai tujuan wisata.
Desa
Wisata Tematik
Konsep desa wisata
tematik merupakan pengembangan selanjutnya dari desa wisata dengan
memperhaitkan potensi unggulan yang akan ditawarkan kepada pengunjung yang
berbeda dengan desa lainnya. Desa
dikemas dan dikembangkan sebagai
destinasi wisata bagi wisatawan yang
ingin menikmati pengalaman unik dan luar biasa sebagaimana penduduk setempat
menjalani kehidupannya. Setiap desa wisata mengusung tema khusus yang
menunjukkan keunikan tersendiri. Keunikan ini sesungguhnya merupakan salah satu
kriteria desa wisata yaitu adanya potensi obyek wisata yang menjadi andalan
yang akan diangkat sebagai tema. Seperti tema budaya, kreatif atau kampung kreatif, kerajinan atau
kuliner khas jika desa wisata punya potensi budaya atau ekonomi kreatif yang
kuat. Atau desa tematik alam untuk desa wisata yang memiliki potensi wisata
alam yang unggulan seperti pantai, gunung, air terjun, danau, lembah dan
sebagainya.
Desa
Wisata Hijau
Pengembangan lebih
lanjut agar desa wisata semakin ramah lingkungan, maka pemerintah meluncurkan konsep Desa Wisata Hijau yang merupakan
kolaborasi dengan beberapa kementerian dan lembaga terkait lainnya seperti Bappenas,
Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dan Kementerian Koperasi serta
Kementerian Parekraf sendiri disamping
kalangan perguruan tinggi. Desa Wisata Hijau merupakan desa wisata yang
dikembangkan dengan model pemberdayaan masyarakat lokal dengan produk utama
mengacu pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan alam, ekonomi dan sosial
budaya setempat. Penggunaan kata Hijau
dalam desa wisata mengandung pengertian pengelolaan kegiatan pariwisata merupakan
kombinasi antara kegiatan produksi dengan pelestarian alam dan budaya dan
praktik pariwisata yang ramah lingkungan.
Mana
Yang Cocok Untuk NTT?
Kekuatan wisata
NTT terletak pada wisata alam dan budaya
yang eksotik dan menyimpan potensi dan
prospek yang besar untuk peningkatan
kesejahteraan. Hal ini dapat terwujud melalui manajemen tata kelola desa wisata
yang baik dan desa yang menjadi lokasi
obyek wisata tersebut dapat menjadi desa wisata yang sekaligus dikembangkan
menjadi desa wisata tematik dan desa wisata hijau. Beberapa contohnya seperti
desa wisata yang ada di Sumba Timur yang
memiliki kekuatan pada adat / budaya seperti tenun adat. Potensi tenun adat yang eksotik tersebut dapat diangkat
sebagai tematik untuk desa wisata yang akan dikembangkan. Desa Wisata Colol di Manggarai Timur misalnya,
dapat diangkat wisata tematik kopi karena memiliki kekuatan pada perkebunan
kopi dan dengan pengelolaan yang ramah
lingkungan dapat menjadi desa wisata hijau.
Terlepas dari data jumlah
desa wisata yang ada di NTT saat ini, terdapat hal mendasar yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan desa wisata, desa wisata tematik dan desa
wisata hijau di antara lain:
1. Keunikan: Desa wisata harus punya keunikan
yang membedakan dari desa wisata lainnya agar dapat menghadirkan memori yang membekas di
hati wisatawan. Hal ini berkaitan
dengan produk desa wisata yang akan
ditawarkan yaitu keaslian / otentik, tradisi lokal, sikap dan nilai.
Keaslian dari produk desa wisata ini sangatlah penting karena akan
menjadi branding dalam
promosi desa wisata. Desa harus menemukan potensi yang otentik sehingga dapat
memunculkan sebuah objek wisata yang dapat dikembangkan yang lebih baik dan berbeda
dengan obyek wisata yang sudah ada. Kemudian adanya tradisi lokal yang sudah
ada turun temurun di suatu desa, dapat menjadi suatu keunikan tersendiri. Selanjutnya adalah menjaga sikap dan nilai. Kehadiran wisatawan baik lokal maupun asing ini juga
harus siap untuk dihadapi dengan filtrasi agar tidak merusak sikap dan nilai, termasuk
nilai-nilai kearifan lokal, yang ada
dalam desa.
2. Manajemen pengelolaan yang baik: Hal ini diawali dengan adanya
antusias masyarakat dalam mengelola desa wisatanya. Peran masyarakat menjadi
utama dan bukan dari luar (eksternal) walaupun peran stakeholder lainnya dalam
skema pentaheliks tetap dibutuhkan. Kualitas SDM masyarakat menjadi hal terpenting pada titik ini.
3. Inovasi yang tiada henti: Inovasi sangat diperlukan dengan
menghadirkan atraksi-atraksi baru sehingga pengunjung tidak bosan dengan
berbagai daya tarik yang sudah disajikan selama ini.
4.
Menjaga keberlanjutan : Pengembangan
desa wisata akan membawa perubahan seperti perubahan fungsi lahan / ruang
dan penduduk desa yang mungkin akan
bertambah dan adanya tuntuntan pengembangan berbagai fasilitas desa agar
dapat menjadi lokasi wisata yang layak bagi wisatawan. Namun hal tersebut harus
berpedoman pada arahan spasial (tata ruang) dan pengembangan aspek produk desa wisata yang mengarah pada
nilai konservasi dan daya dukung lingkungan. Keberlanjutan juga bukan hanya terkait lingkungan alam namun juga ekonomi dan sosial budaya termasuk
kelembagaan. Sehingga lokasi wisata tetapi terjaga keberlanjutannya untuk
generasi mendatang.
Memperhatikan hal – hal
tersebut, menurut penulis, setiap desa
tidak perlu “ikut-ikutan” menjadi desa wisata jika belum memenuhi kriteria
menjadi sebuah desa wisata. Desa yang mempunyai potensi obyek wisata tidak perlu
terburu-buru menjadi desa wisata. Sambil
berproses menyiapkan berbagai aspek dan kriteria tersebut, dapat dikembangkan
menjadi daya tarik wisata di pedesaan dalam konsep wisata pedesaan (village
tourism) tadi. Membangun semangat masyarakat agar terpanggil dan membangun
desanya jauh lebih penting pada tahapan ini. Membangun kualitas desa wisata
jauh lebih penting dari kuantitas desa wisata. Mari belajar dari pengalaman
desa wisata yang ada selama ini di Indonesia.
Penulis : Paul J. Andjelicus (perencana muda Disparekraf NTT)
Dokumentasi : Desa Wisata
Tebara dengan ikon Kampung Adat Praijing di Kabupaten Sumba Barat (mediaindonesia.com)
Panduan Praktis 10 Langkah
Membangun Desa Wisata Hijua, Mei 2021. Bappenas,dkk
Pedoman Desa Wisata, Juni
2021. Kemenko Marves.
Artikel Lainnya
PROGRAM CSR PT. PEGADAIAN GALERI 24 DISTRO KUPANG UNTUK PANTAI WISATA LASIANA
MENJAGA KEDAULATAN RUPIAH DI KAWASAN PERBATASAN RI – TIMOR LESTE
Kota Kreatif
Lomba Geowisata Goes to School
URGENSI PELINDUNGAN HUKUM EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL (EBT) BERDASARKAN PERATURAN DAERAH UNTUK AKSELERASI PEMBANGUNAN PARIWISATA DI NUSA TENGGARA TIMUR
PENGEMBANGAN WISATA KOTA DI NTT (2)
PENGEMBANGAN WISATA KOTA DI NTT
Calendar of Events East Nusa Tenggara 2024
Potret Komponen Pariwisata Kota Atambua Untuk Mengembangkan Wisata Kota Perbatasan
Pelatihan dan Sertifikasi Pemandu Geowisata
Menulis Buku Bagi ASN Perencana
Talk Show Radio Alor : Kolaboratif untuk Mewujudkan NTT sebagai New Tourism Territory
Sertifikasi Profesi Terapis Spa Bidang Tata Kecantikan di Kota Kupang
Kegiatan Penanaman Mangrove Nasional Secara Serentak oleh Presiden Republik Indonesia
Penyelenggaraan Sertifikasi Profesi Bidang Tour Guide
SALAM GEOWISATA
TREND WISATA PASCA PANDEMI COVID-19, WISATA BALAS DENDAM?
DESTINASI WISATA BERKELANJUTAN DI NTT
RAGAM KULINER RAMADHAN DI KOTA KUPANG SEBUAH DAYA TARIK WISATA BUDAYA
PENYUSUNAN RENSTRA DISPAREKRAF NTT 2024-2026
BIMTEK 75 BESAR ADWI 2023
MPD SEBAGAI METODE PERHITUNGAN KUNJUNGAN WISATAWAN
SOSIALISASI MENYUSUN DUPAK
DINAS PAREKRAF NTT IKUT RAKORTEKRENBANG TAHUN 2023
BIMTEK DAN WORKSHOP ONLINE ADWI 2023 ZONA II
PUNGUT SAMPAH, PEDULI SAMPAH
Mau Belajar Sambil Rekreasi Dalam Kota?....Ayo ke Kebun TAFA
Pentingnya Perlindungan Kekayaan Intelektual bagi Berbagai Karya Cipta, Rasa dan Karsa Manusia
Festival Desa Binaan Bank NTT dan Upaya Pengembangan Ekonomi Kreatif dalam Kerangka Pemberdayaan Masyarakat
PENINGKATAN KAPASITAS PENYELENGGARAAN SAKIP DI PROVINSI NTT
PENYERAHAN BUKU KOLASE WISATA
Focus Group Discussion (FGD) Dukungan Data Penyusunan Grand Desain Pariwisata NTT
PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA LELOGAMA KABUPATEN KUPANG
DISPAREKRAF NTT “ IKUT” PESPARANI NASIONAL II DI KUPANG
EXPO NUSANTARA : DARI NTT UNTUK NUSANTARA
MEREKAM KOTA KUPANG DARI DE MUSEUM CAFE JKK
Workshop Peningkatan Kapasitas Pengelolaan SDGs bagi Sekretariat SDGs Provinsi NTT
BKD PROVINSI NTT SERAHKAN HASIL UJI KOMPETENSI
Transformasi Pariwisata Modern Menuju Era Industri 4.0 Melalui Sistem Informasi Kepariwisataan Nasional
Dinas Parekraf Provinsi NTT Berduka
Asah Kemampuan Promosi Kreatif ASN Melalui Kegiatan Pelatihan Pemasaran Pariwisata Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN)
FESTIVAL GOLO KOE : GELIAT BARU PARIWISATA LABUAN BAJO
Eksotisnya Pantai di Ujung Utara Flores
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov NTT Selenggarakan Pelatihan Implementasi Konsep CHSE
Ruang Terbuka Publik dan Penanganannya
Sosialisasi Input Data Innovative Government Award Tahun 2022
JEJAK SUKACITA FESTIVAL MUSIM DINGIN TAHUN 2022 DI SURGA TERSEMBUNYI TIMOR TENGAH SELATAN
WELCOME LABUAN BAJO
Catatan Kecil Kegiatan Workshop Pengembangan Ekonomi Digital dan Produk Kreatif ASN
KOTA ENDE, KOTA LAHIRNYA PANCASILA
AJANG ANUGERAH PESONA INDONESIA (API) 2022
Workshop Penguatan Kapasitas Sekretariat SDGs Daerah Dalam Pengelolaan Pelaksanaan SDGs
KOTA KUPANG DALAM PAMERAN GAMBAR MALOI KUPANG
Kampung Seni Flobamorata Kupang
Lasiana Beach
KAWASAN PARIWISATA ESTATE NTT : Dimana Batas-Batasnya ? Berapa Luasnya?
Standar Operasional Prosedur Disparekraf Prov. NTT
Standar Pelayanan Publik
Maklumat Pelayanan Publik Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov NTT
DESA GOLO LONI MENAWARKAN WISATA ARUNG JERAM DI FLORES
IDENTIFIKASI DAN WORKSHOP PENGEMBANGAN HOMESTAY DI DESA GOLO LONI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
Wisata Aman Bencana di NTT
Catatan Perjalanan Wisata di Fatumnasi
KEGIATAN MUSRENBANG NTT TAHUN 2022
KEGIATAN PRA MUSRENBANG NTT TAHUN 2022
Membangun Kemandirian Lokal Menjadi Arah Pembangunan NTT 2023
Kemenparekraf Gelar Workshop Pengelolaan Event Daerah Demi Wujudkan Event Berkualitas
RUMAH BUMN, RUMAHNYA INDUSTRI KREATIF
RAPAT KOORDINASI MENDUKUNG CAPAIAN TARGET PESERTA DESA WISATA YANG AKAN MENDAFTAR DI ADWI 2022
SOSIALISASI PENGINPUTAN RKPD NTT TAHUN 2023
Buku Database 2021
WORKSHOP PENGEMBANGAN SENI BUDAYA KABUPATEN ENDE
Karya Arsitektur sebagai Daya Tarik Wisata
Pertemuan dengan Forkasse (Forum Komunikasi antar sanggar Seni Provinsi NTT)
WORKSHOP PENGEMBANGAN SENI BUDAYA KABUPATEN ALOR
DINAS PAREKRAF NTT BELAJAR APLIKASI BELA
Outlook Parekraf 2022
Mengenal Dunia Astronomi Melalui Wisata Ke Observatorium Nasional Timau Kabupaten Kupang
PROTOKOL KESEHATAN PADA DESTINASI WISATA
Semauku Indah
MENDATA POTENSI USAHA EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN KUPANG
WISATA KOTA, KOTA WISATA
NTT Hijau dalam Pesona 1000 Bonsai
KICKOFF JABATAN FUNGSIONAL ADYATAMA KEPARIWISATAAN DAN EKONOMI KREATIF
PARIWISATA NTT BUTUH BRANDING, GUYS !
Regional Calender Tourism Events 2022
RAKOR PEMBANGUNAN PARIWISATA RING OF BEAUTY NTT
KENYAMANAN RUANG HOMESTAY
SOSIALISASI DAN SIMULASI PANDUAN SERTIFIKASI CHSE PADA PENYELENGGARAAN MICE
MENATA ARSITEKTUR KOTA LABUAN BAJO
KASUS HIV AIDS DI PROVINSI NTT TETAP MENINGKAT
Konsep Desain Monumen di Kelurahan LLBK Kota Kupang
PEMBANGUNAN DI PROVINSI NTT MEMBUTUHKAN HARMONISASI DAN SINKRONISASI
Reef Check Indonesia Kembangkan Wisata Spesies dan Industri Penunjangnya di Kabupaten Kupang dan Rote Ndao
Simulasi Bencana di Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov. NTT
MENDORONG STANDARISASI PELAKU PARIWISATA
Kolaborasi Kemitraan, Disparekraf NTT Gandeng Pelaku Wisata
Upaya Penerapan ISO 9001 : 2015 di Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT
PEMBINAAN STATISTIK SEKTORAL PARIWISATA
Catatan Perjalanan ke Liman
Wisata Langit Gelap “Lelogama”
TALK SHOW ONLINE ANTARA BETA, DIA DAN DESTINASI WISATA NTT: KEMARIN, KINI DAN NANTI
Diseminiasi Anggaran Belanja Dinas Parekraf NTT
Konsultasi Publik Penyusunan Dokumen Antara Rencana Zonasi Kawasan Antar Wilayah Laut Bali dan Sekitarnya
Diskusi Konsep Smart Tourism di Indonesia Timur
Rapat Tim Pengelola Website Dinas Parekraf NTT
Bambu dan Prospek Pengembanganya Bagi Ekowisata NTT
Kunjungan Kerja Gubernur NTT ke Kantor Dinas Parekraf NTT
Kunjungan Bupati Malaka
Lokakarya Konsolidasi Pembentukan Tim Kajian Pariwisata Aman Bencana
Pertemuan Tim Kajian Pariwisata Aman Bencana Provinsi NTT
Literasi Desa Koanara Kabupaten Ende
Literasi Obyek Wisata Desa Praimadita Kabupaten Sumba Timur
Literasi Kabupaten Alor
Literasi Lamalera
Profile Kawasan Pariwisata Estate (PE)
MENDORONG KAMPUNG DENGE SEBAGAI PINTU GERBANG KAWASAN WISATA WAEREBO
EVALUASI DESTINASI WISATA PASCA BENCANA ALAM
Tourism Event 2022
WORKSHOP ARSITEK
DISKUSI PUBLIK PARIWISATA AMAN BENCANA DI PROVINSI NTT
MENEMUKAN POTENSI INDENTITAS FISIK KOTA KUPANG
DAYA TARIK WISATA RUMAH ADAT NTT
Belajar dari Utusan Khusus Presiden Seychelles
Pariwisata Nusa Tenggara Timur, Cerah-Cemerlang
Deseminasi Pengelolaan Website Dinas Parekraf NTT
Menggali Spirit of Place Dalam Desain Kawasan Pariwisata Estate NTT
FGD Review RIPPARNAS 2011- 2025
Penerapan CHSE Usaha Pariwisata di Provinsi NTT
Tata Kelola Persampahan Di Destinasi Wisata Super Premium Labuan Bajo
Identifikasi Awal Potensi Geowisata NTT
Waterfront City Kota Kupang Sebagai Destinasi Wisata Kota
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT Panen Perdana Sayur Organik
Kajian Pengembangan KSPN Nemberala-Rote dan KSPN Alor-Kalabahi
| Dinas Pariwisata Provinsi NTT
| @thenewtourismterritory
| @PariwisataNTT
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT
Jl. Frans Seda 2 No.72, Kayu Putih, Oebobo, Kota Kupang, 85228
(0380) 826384
082144082555