KAWASAN PARIWISATA ESTATE NTT
Dimana Batas-Batasnya? Berapa Luasnya?
Paul J. Andjelicus
Perencana Ahli Muda Dinas Parekraf Provinsi NTT
Anggota IAI Provinsi NTT
Pariwisata telah
ditetapkan sebagai penggerak utama pembangunan daerah di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan dilakukan dengan konsep pembangunan
Pariwisata Estate (PE) yaitu sebuah upaya pembangunan kawasan pariwisata
terpadu melalui pemenuhan 5 A Pariwisata dengan pola pendekatan
kawasan. Pembangunan ini dilakukan secara komprehensif dengan keterlibatan
semua pihak dalam skema pentahelik (pemerintah, masyarakat, swasta, akademisi
dan media). Kawasan Pariwisata Estate (PE) diharapkan menjadi panutan pembangunan
kawasan wisata di NTT dalam rangka mewujudkan Provinsi NTT sebagai pintu
gerbang dan salah satu pusat pengembangan pariwisata nasional ring
of beauty .
Pembangunan Kawasan PE
di NTT mulai dilakukan tahun 2019 dengan pembangunan 7 Kawasan PE di 7
kabupaten dari target 24 kawasan Pariwisata Estate hingga tahun 2023.
Pada tahun anggaran 2022, Dinas Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Provinsi NTT akan melakukan pembangunan 7 (tujuh) Kawasan PE
baru yaitu Umauta Kabupaten Sikka, Tuamese Kabupaten Timor Tengah Utara,
Anakoli Kabupaten Nagekeo, Gololoni Kabupaten Manggarai Timur, Waiwuang
Kabupaten Sumba Barat, Lelogama Kabupaten Kupang dan Kelaba Madja Kabupaten
Sabu Raijua.
Sampai saat ini 7
kawasan PE dikembangkan terus dikembangkan dengan fokus pada penataan manajemen
pengelolaan, peningkatan kapasitas SDM dan penguatan rantai pasok ekonomi
kawasan. Namun sampai saat ini, 7 kawasan PE tersebut belum memiliki
batasan kawasan yang jelas. Hal ini akan menyebabkan pembangunan
selanjutnya yang melibatkan semua pelaku/stakeholder dalam skema pentaheliks
menjadi terhambat dan tidak terarah dengan baik. Berbagai fasilitas
pembangunan mendukung kawasan wisata dan pengembangan ekonomi masyarakat masih
kurang sinergi untuk menggerakan pertumbuhan kawasan PE.
Industri pariwisata
saling kait mengkait dengan berbagai sektor lainnya. Hal ini berdampak,
suatu kawasan wisata terpadu seperti Kawasan PE bisa saja sangat luas
wilayahnya dan mencapai beberapa wilayah kecamatan dan bahkan kabupaten dan
antar kabupaten. Tulisan ini mencoba menemukan potensi batas Kawasan PE
sebagai langkah awal untuk menemukan batas Kawasan PE. Menentukan Kawasan
PE tentu memperhatikan potensi yang dimiliki khususnya obyek wisata yang ada
dan komponen 5 Lainnya seperti aksesibilitas, akomodasi, amenitas dan
peringatan.
Delineasi Kawasan Dalam
Kawasan Wisata
Delineasi kawasan
merupakan upaya untuk menetapkan ruang lingkup berdasarkan perencanaan atau
pembangunan yang dapat digunakan untuk beberapa pendekatan seperti batas
administrasi, Arah spasial, dan lainnya. Dalam konteks pembangunan kawasan
pariwisata, delineasi kawasannya mempertimbangkan daya tarik wisata yang ada
dan juga Komponen 5 A pariwisata lainnya seperti aksesibilitas, akomodasi
dapat, amenitas dan peringatan. Termasuk keunggulan unggulan (pertanian,
peternakan, perikanan dan lainnya) yang akan menjadi pendukung industri
logistik wisata.
Kawasan Pariwisata Terpadu adalah kawasan yang dibangun khusus untuk tujuan pariwisata, yaitu dengan memadukan pembangunan dan pengelolaan daya tarik wisata, fasilitas pariwisata dan fasilitas ekonomi lainnya di dalam satu kawasan sebagai sebuah destinasi pariwisata. (Pedoman Pengembangan Kawasan Pariwisata Terpadu, Kemenparekraf 2019). Beberapa kawasan yang ada disini adalah kesatuan wilayah yang masuk dalam pengembangan pariwisata yang memiliki luasan tertentu dan terdiri dari desa atau kecamatan (wilayah administratif).
Hal ini sejalan dengan
konsep PE itu sendiri yang merupakan pengembangan model pariwisata dengan pola
pendekatan Kawasan. Konsep PE ini akan
dilakukan di kawasan perdesaan melalui pengembangan industri terpadu dan
dinamis yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal
kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup dan mengaktifkan sektor
produksi. Kelengkapan komponen 5 Pariwisata (atraksi, aksesibilitas, akomodasi,
amenitas dan peringatan) menjadi kunci keberhasilan pembangunan Kawasan PE
karena kesiapan destinasi pariwisata dalam memenuhi kebutuhan wisatawan yang
akan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut
Dalam konsep kawasan
wisata terpadu terdapat sedikitnya 3 aspek yang menjadi perhatian yaitu
pengembangan jalur wisata dan pendekatan spasial kawasan bisnis wisata /TBD
(Pratama,2016). Yang terkait dengan Kawasan PE adalah sistem spasial dan
pengembangan jalur wisata, sementara aspek pendekatan TBD lebih pada
pengembangan wisata perkotaan.
Pembangunan berbagai
fasilitas wisata memerlukan lokasi yang sesuai sehingga sangat terkait dengan
Arahan tata ruang (spasial) wilayah tersebut. Arah spasial dalam pembangunan
dan penataan kawasan wisata perlu memperhatikan konsep Tripartit
Concept (Cooper, 1993) yang meliputi Zona Inti, Zona Penyangga ( buffer )
dan Zona Penunjang. Selain konsep Tripartit Concept ini
ada juga konsep 4 Zona Wisata dari Lawson and Bovy (1977). Konsep ini
dikembangkan dari penzoningan kawasan sesuai prinsip tata ruang dan
pengembangan wisata alam yaitu terdiri dari Zona inti, Zona Penyangga, Zona
Rekreasi dan Zona Fasilitas Umum (penunjang).
Sistem spasial dalam
pengembangan kawasan wisata terbentuk dari obyek wisata yang saling berdekatan
selanjutnya dapat dengan suatu jalur sekaligus efisiensi terhadap penyediaan
sarana dan prasarana (Suharsono, 2009 dalam Pratama,2016). Dalam sistem
spasial tersebut memiliki faktor sebagai berikut :
a. Jalur penghubung atau akses yang
merupakan jalur yang digunakan untuk mencapai antar obyek daya tarik wisata
yang ada dan pelayanan antar pusat dengan konsentrasi obyek dalam satu kawasan.
b. Pusat pelayanan, merupakan pusat
akomodasi, sarana pendukung wisata, pusat informasi, dan berbagai sarana lain
yang mendukung kegiatan wisata. Pusat pelayanan biasa ditempatkan di pusat
pelayanan kota untuk efisiensi.
c. pembukaan obyek daya tarik wisata, merupakan
pusat dari atraksi utama yang dapat dinikmati wisatawan.
Pengembangan jalur wisata dilakukan dengan memperhatikan obyek wisata yang ada dan adanya konektivitas yang baik antara daya tarik tersebut dengan fasilitas penunjang. Menurut Gunn (1988), suatu daya tarik wisata terbentuk dari empat elemen pokok yang harus direncanakan secara terpadu agar daya tarik wisata dapat menjadi hidup meliputi : 1). Kelompok obyek daya tarik. 2). Masyarakat : penyedia jasa, fasilitas, pertunjukan, produk. 3). Jalur sirkulasi : adanya jalur sirkulasi menunjukkan hubungan antar daya tarik wisata membentuk satu jaringan yang kompleks, dan 4). Jalur hubungan pusat layanan penunjang dengan kelompok daya tarik wisata yang juga menunjukkan hubungan antar destinasi.
Delineasi Batas
Kawasan PE
Pendekatan delineasi
yang dilakukan yang paling sederhana adalah pendekatan batas administrasi
dengan batas desa, kecamatan dan kabupaten. Ketujuh kawasan PE yang
dibangun melalui pembangunan akomodasi dan fasilitas di 7 desa yang telah
menjadi desa wisata. Beberapa alternatif batas wilayah dengan pendekatan
batas administrasi yang dapat diterapkan untuk Kawasan PE dengan memperhatikan
aspek spasial, ketersediaan obyek wisata dan komponen penunjang wisata
lainnya. Beberapa model batas Kawasan PE yang dapat terjadi adalah Kawasan
PE terdiri dari hanya 1 desa, terdiri dari beberapa desa dalam satu kecamatan,
semua desa dalam satu kecamatan atau beberapa desa yang berada di 2 kecamatan
atau lebih. Semuanya tergantung aspek dan indikator yang dikaji secara
komprehensif.
Dalam buku Database Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif NTT tahun 2021 sudah ditampilkan gagasan batas delineasi 7 kawasan bangunan PE. Dalam batas delineasi Kawasan PE ini digunakan aspek kelengkapan komponen 5 A Pariwisata yang ada di wilayah administratiif kecamatan yang menjadi lokasi pariwisata Estate Estate. Hasil menunjukan komponen 5 A Pariwisata belum cukup tersedia di desa yang menjadi pusat Kawasan PE yang dibangun, sehingga mendukung unsur 5 dari desa sekitar khususnya daya tarik wisata, fasilitas dan kebutuhan yang diperlukan.
Tabel 1. Awal Pendekatan Batas 7 Kawasan PE 2019
Tidak |
Kawasan PE |
Delineasi Kawasan |
Keterangan |
1. |
Kawasan PE Fatumnasi Kabupaten TTS |
Wilayah desa Fatumnasi, Desa.Kuanoel Luas : 73,21 km 2 |
Pusat Kawasan PE berada di Desa Fatumnasi |
2. |
Kawasan PE Pantai Liman Kabupaten Kupang |
Wilayah Desa Uitiuh Tuan Luas : 18,6 km2 |
Pusat Kawasan PE berada di desa Uitiuh Tuan |
3. |
Kawasan PE Wolwal Kabupaten Alor |
Wilayah Desa Wolwal dan Moru Luas : 28,40 km2 |
Pusat Kawasan PE di Desa Wolwal |
4. |
Kawasan PE Koanara Kabupaten Ende |
Wilayah Desa Koanara, Wolokelo, Detoena Luas : 14,82 km2 |
Pusat Kawasan PE di Desa Koanara |
5. |
Kawasan PE Praimadita Kecamatan Karera Kabupaten Sumba Timur |
Wilayah Desa Praimadita, Desa Prasalura Luas : 81,5 km2 |
Pusat Kawasan PE di Desa Praimadita. Desa Prasalura berada di pulau Salura yang punya daya tarik wisata menyelam |
6. |
Kawasan PE Mulut Seribu Kabupaten Rote Ndao |
Wilayah Desa Daiama, Pukuafu, Tenalai Luas : 89,8e km2 |
Pusat Kawasan PE di Desa Daiama |
7. |
Kawasan PE Lamalera Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata |
Wilayah Desa Lamalera A, Lamalera B Luas : 11,86 km2
|
Pusat Kawasan PE di Desa Lamalera B |
Sumber: Buku Database Parekraf NTT, 2021
Seperti untuk Kawasan
PE Fatumnasi terdiri dari 2 desa yaitu Desa Fatumnasi dan Desa
Kuanoel. Desa Kuanoel sendiri memiliki sarana prasarana yang cukup untuk
mendukung kawasan seperti komponen amenitas (pasar, gereja, polsek), akomodasi
dalam bentuk homestay dan sekaligus merupakan akses utama menuju Desa Fatumnasi
itu sendiri. Untuk Kawasan PE Praimadita meliputi 2 desa yaitu desa
Praimadita dan Desa Prasalura karena kedua desa ini memiliki beberapa daya
tarik wisata yang dapat dikembangkan menjadi jalur pengembangan wisata.
Hasil penetaan batas
Kawasan PE ini merupakan gagasan yang masih perlu disempurnakan lagi karena
belum melihat aspek lainnya seperti spasial, komoditas unggulan dan potensi
rantai pasok yang dimiliki desa-desa sekitar. Tentu tidak semua desa harus
masuk dalam kawasan sehingga perlu digunakan pendekatan pola kawasan inti dan
penunjang. Desa yang tidak masuk dalam kawasan PE, namun memiliki peran
dan fungsi untuk mendukung pertumbuhan kawasan PE dapat ditetapkan menjadi
kawasan penunjang atau kawasan yang memberikan pengaruh ( hinterland).
Catatan Akhir
a. Pengembangan lanjutan kawasan PE pembangunan membutuhkan dukungan partisipasi dalam skema pentaheliks (pemerintah, swasta, masyarakat, akademisi dan media) sehingga diperlukan batas kawasan yang jelas dari suatu kawasan PE. Kawasan PE memerlukan batas kawasan yang jelas agar diketahui luas wilayah dan daerah yang tergabung dalam satu kawasan. Hal ini membantu ruang lingkup wilayah pembangunan dan pengembangan kawasan selanjutnya yang terkait dengan pengalokasian sumber daya yang efektif dan efisien .Kawasan PE dengan batas yang jelas menjadi pedoman pengembangan lanjutan kawasan PE yang melibatkan semua unsur pembangunan dalam skema pentaheliks menuju kawasan wisata yang menjadi role model pengembangan kawasan wisata di NTT.
b. Penggambaran batas kawasan Pariwisata Estate dapat ditentukan berdasarkan aspek spasial, kelengkapan komponen 5 A Pariwisata dan unggulan yang ada serta potensi lainnya. Pendekatan yang digunakan adalah batas administrasi desa.
c.
Pengembangan Kawasan
PE yang sudah diusulkan dalam tulisan ini belum komprehensif dan jauh dari sempurna
karena hanya memperhatikan aspek kelengkapan komponen 5 sehingga diperlukan
kajian lebih lanjut agar menghasilkan batas kawasan PE yang baik.
d.
Kawasan PE yang
telah ditetapkan dan terdiri dari beberapa desa dapat dijadikan kawasan inti,
sementara kawasan yang terdiri dari desa yang berada di luar Kawasan PE dapat
dikembangkan menjadi kawasan penunjang atau kawasan yang memberikan pengaruh
(hinterland) khususnya sebagai daerah penghasil atau
sebagai daerah penyedia kebutuhan kawasan PE yang dibangun dan dikembangkan.
Pustaka:
1. Cooper, Chris, John Fletcher, David Gilbert, dan Stephen Wanhill. 1993. Pariwisata: Prinsip dan Praktek . London: Longman Group UK Limited;
2. Dinas Parekraf NTT.2020. Buku Database Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT 2021 . Kupang;
3.
Identifikasi kawasan potensial,Diklat RTBL tingkat Dasar 1, BPSDM PUPR,2016. Jakarta;
4.
Lawson, Fred dan Baud-Bovy, Manuel. 1997. Pengembangan Pariwisata dan Rekreasi . CBI Publishing Company, Inc.: Boston;
5. Pemprov.NTT.2018. Arah Kebijakan Pembangunan Gubernur NTT 2018-2023, Kita Bangkit Kita Sejahtera . Materi Presentasi.Kupang. NTT.
Artikel Lainnya
PROGRAM CSR PT. PEGADAIAN GALERI 24 DISTRO KUPANG UNTUK PANTAI WISATA LASIANA
MENJAGA KEDAULATAN RUPIAH DI KAWASAN PERBATASAN RI – TIMOR LESTE
Kota Kreatif
Lomba Geowisata Goes to School
URGENSI PELINDUNGAN HUKUM EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL (EBT) BERDASARKAN PERATURAN DAERAH UNTUK AKSELERASI PEMBANGUNAN PARIWISATA DI NUSA TENGGARA TIMUR
PENGEMBANGAN WISATA KOTA DI NTT (2)
PENGEMBANGAN WISATA KOTA DI NTT
Calendar of Events East Nusa Tenggara 2024
Potret Komponen Pariwisata Kota Atambua Untuk Mengembangkan Wisata Kota Perbatasan
Pelatihan dan Sertifikasi Pemandu Geowisata
Menulis Buku Bagi ASN Perencana
Talk Show Radio Alor : Kolaboratif untuk Mewujudkan NTT sebagai New Tourism Territory
Sertifikasi Profesi Terapis Spa Bidang Tata Kecantikan di Kota Kupang
Kegiatan Penanaman Mangrove Nasional Secara Serentak oleh Presiden Republik Indonesia
Penyelenggaraan Sertifikasi Profesi Bidang Tour Guide
SALAM GEOWISATA
TREND WISATA PASCA PANDEMI COVID-19, WISATA BALAS DENDAM?
DESTINASI WISATA BERKELANJUTAN DI NTT
RAGAM KULINER RAMADHAN DI KOTA KUPANG SEBUAH DAYA TARIK WISATA BUDAYA
PENYUSUNAN RENSTRA DISPAREKRAF NTT 2024-2026
BIMTEK 75 BESAR ADWI 2023
MPD SEBAGAI METODE PERHITUNGAN KUNJUNGAN WISATAWAN
SOSIALISASI MENYUSUN DUPAK
DINAS PAREKRAF NTT IKUT RAKORTEKRENBANG TAHUN 2023
BIMTEK DAN WORKSHOP ONLINE ADWI 2023 ZONA II
PUNGUT SAMPAH, PEDULI SAMPAH
Mau Belajar Sambil Rekreasi Dalam Kota?....Ayo ke Kebun TAFA
Pentingnya Perlindungan Kekayaan Intelektual bagi Berbagai Karya Cipta, Rasa dan Karsa Manusia
Festival Desa Binaan Bank NTT dan Upaya Pengembangan Ekonomi Kreatif dalam Kerangka Pemberdayaan Masyarakat
PENINGKATAN KAPASITAS PENYELENGGARAAN SAKIP DI PROVINSI NTT
PENYERAHAN BUKU KOLASE WISATA
Focus Group Discussion (FGD) Dukungan Data Penyusunan Grand Desain Pariwisata NTT
PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA LELOGAMA KABUPATEN KUPANG
DISPAREKRAF NTT “ IKUT” PESPARANI NASIONAL II DI KUPANG
EXPO NUSANTARA : DARI NTT UNTUK NUSANTARA
MEREKAM KOTA KUPANG DARI DE MUSEUM CAFE JKK
Workshop Peningkatan Kapasitas Pengelolaan SDGs bagi Sekretariat SDGs Provinsi NTT
BKD PROVINSI NTT SERAHKAN HASIL UJI KOMPETENSI
Transformasi Pariwisata Modern Menuju Era Industri 4.0 Melalui Sistem Informasi Kepariwisataan Nasional
Dinas Parekraf Provinsi NTT Berduka
Asah Kemampuan Promosi Kreatif ASN Melalui Kegiatan Pelatihan Pemasaran Pariwisata Bagi Aparatur Sipil Negara (ASN)
FESTIVAL GOLO KOE : GELIAT BARU PARIWISATA LABUAN BAJO
Eksotisnya Pantai di Ujung Utara Flores
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov NTT Selenggarakan Pelatihan Implementasi Konsep CHSE
Ruang Terbuka Publik dan Penanganannya
Sosialisasi Input Data Innovative Government Award Tahun 2022
JEJAK SUKACITA FESTIVAL MUSIM DINGIN TAHUN 2022 DI SURGA TERSEMBUNYI TIMOR TENGAH SELATAN
WELCOME LABUAN BAJO
Catatan Kecil Kegiatan Workshop Pengembangan Ekonomi Digital dan Produk Kreatif ASN
KOTA ENDE, KOTA LAHIRNYA PANCASILA
AJANG ANUGERAH PESONA INDONESIA (API) 2022
Workshop Penguatan Kapasitas Sekretariat SDGs Daerah Dalam Pengelolaan Pelaksanaan SDGs
KOTA KUPANG DALAM PAMERAN GAMBAR MALOI KUPANG
Kampung Seni Flobamorata Kupang
Lasiana Beach
Standar Operasional Prosedur Disparekraf Prov. NTT
Standar Pelayanan Publik
Maklumat Pelayanan Publik Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov NTT
DESA GOLO LONI MENAWARKAN WISATA ARUNG JERAM DI FLORES
IDENTIFIKASI DAN WORKSHOP PENGEMBANGAN HOMESTAY DI DESA GOLO LONI KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
Wisata Aman Bencana di NTT
Catatan Perjalanan Wisata di Fatumnasi
KEGIATAN MUSRENBANG NTT TAHUN 2022
KEGIATAN PRA MUSRENBANG NTT TAHUN 2022
Membangun Kemandirian Lokal Menjadi Arah Pembangunan NTT 2023
Kemenparekraf Gelar Workshop Pengelolaan Event Daerah Demi Wujudkan Event Berkualitas
RUMAH BUMN, RUMAHNYA INDUSTRI KREATIF
RAPAT KOORDINASI MENDUKUNG CAPAIAN TARGET PESERTA DESA WISATA YANG AKAN MENDAFTAR DI ADWI 2022
SOSIALISASI PENGINPUTAN RKPD NTT TAHUN 2023
Buku Database 2021
WORKSHOP PENGEMBANGAN SENI BUDAYA KABUPATEN ENDE
Karya Arsitektur sebagai Daya Tarik Wisata
Pertemuan dengan Forkasse (Forum Komunikasi antar sanggar Seni Provinsi NTT)
WORKSHOP PENGEMBANGAN SENI BUDAYA KABUPATEN ALOR
DINAS PAREKRAF NTT BELAJAR APLIKASI BELA
Outlook Parekraf 2022
Mengenal Dunia Astronomi Melalui Wisata Ke Observatorium Nasional Timau Kabupaten Kupang
PROTOKOL KESEHATAN PADA DESTINASI WISATA
Semauku Indah
MENDATA POTENSI USAHA EKONOMI KREATIF DI KABUPATEN KUPANG
WISATA KOTA, KOTA WISATA
NTT Hijau dalam Pesona 1000 Bonsai
KICKOFF JABATAN FUNGSIONAL ADYATAMA KEPARIWISATAAN DAN EKONOMI KREATIF
PARIWISATA NTT BUTUH BRANDING, GUYS !
Regional Calender Tourism Events 2022
RAKOR PEMBANGUNAN PARIWISATA RING OF BEAUTY NTT
KENYAMANAN RUANG HOMESTAY
SOSIALISASI DAN SIMULASI PANDUAN SERTIFIKASI CHSE PADA PENYELENGGARAAN MICE
MENATA ARSITEKTUR KOTA LABUAN BAJO
KASUS HIV AIDS DI PROVINSI NTT TETAP MENINGKAT
Konsep Desain Monumen di Kelurahan LLBK Kota Kupang
PEMBANGUNAN DI PROVINSI NTT MEMBUTUHKAN HARMONISASI DAN SINKRONISASI
DESA WISATA, DESA WISATA TEMATIK DAN DESA WISATA HIJAU. Mana yang Cocok Untuk NTT?
Reef Check Indonesia Kembangkan Wisata Spesies dan Industri Penunjangnya di Kabupaten Kupang dan Rote Ndao
Simulasi Bencana di Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prov. NTT
MENDORONG STANDARISASI PELAKU PARIWISATA
Kolaborasi Kemitraan, Disparekraf NTT Gandeng Pelaku Wisata
Upaya Penerapan ISO 9001 : 2015 di Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT
PEMBINAAN STATISTIK SEKTORAL PARIWISATA
Catatan Perjalanan ke Liman
Wisata Langit Gelap “Lelogama”
TALK SHOW ONLINE ANTARA BETA, DIA DAN DESTINASI WISATA NTT: KEMARIN, KINI DAN NANTI
Diseminiasi Anggaran Belanja Dinas Parekraf NTT
Konsultasi Publik Penyusunan Dokumen Antara Rencana Zonasi Kawasan Antar Wilayah Laut Bali dan Sekitarnya
Diskusi Konsep Smart Tourism di Indonesia Timur
Rapat Tim Pengelola Website Dinas Parekraf NTT
Bambu dan Prospek Pengembanganya Bagi Ekowisata NTT
Kunjungan Kerja Gubernur NTT ke Kantor Dinas Parekraf NTT
Kunjungan Bupati Malaka
Lokakarya Konsolidasi Pembentukan Tim Kajian Pariwisata Aman Bencana
Pertemuan Tim Kajian Pariwisata Aman Bencana Provinsi NTT
Literasi Desa Koanara Kabupaten Ende
Literasi Obyek Wisata Desa Praimadita Kabupaten Sumba Timur
Literasi Kabupaten Alor
Literasi Lamalera
Profile Kawasan Pariwisata Estate (PE)
MENDORONG KAMPUNG DENGE SEBAGAI PINTU GERBANG KAWASAN WISATA WAEREBO
EVALUASI DESTINASI WISATA PASCA BENCANA ALAM
Tourism Event 2022
WORKSHOP ARSITEK
DISKUSI PUBLIK PARIWISATA AMAN BENCANA DI PROVINSI NTT
MENEMUKAN POTENSI INDENTITAS FISIK KOTA KUPANG
DAYA TARIK WISATA RUMAH ADAT NTT
Belajar dari Utusan Khusus Presiden Seychelles
Pariwisata Nusa Tenggara Timur, Cerah-Cemerlang
Deseminasi Pengelolaan Website Dinas Parekraf NTT
Menggali Spirit of Place Dalam Desain Kawasan Pariwisata Estate NTT
FGD Review RIPPARNAS 2011- 2025
Penerapan CHSE Usaha Pariwisata di Provinsi NTT
Tata Kelola Persampahan Di Destinasi Wisata Super Premium Labuan Bajo
Identifikasi Awal Potensi Geowisata NTT
Waterfront City Kota Kupang Sebagai Destinasi Wisata Kota
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT Panen Perdana Sayur Organik
Kajian Pengembangan KSPN Nemberala-Rote dan KSPN Alor-Kalabahi
| Dinas Pariwisata Provinsi NTT
| @thenewtourismterritory
| @PariwisataNTT
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT
Jl. Frans Seda 2 No.72, Kayu Putih, Oebobo, Kota Kupang, 85228
(0380) 826384
082144082555